Posted by Jhon Frie. Category:
TEORI ARSITEKTUR
Definisi Renaissance menurut Merriam – Webster dictionary adalah : “The revival of classical influences in the art and literature and the beginning of modern science in Europe in 14th - 17th centuries, also movement or period of vigorous artistic and intelctual activity”.
Masa Renaissance (masa pencerahan) muncul setelah melalui masa abad pertengahan atau masa Medieval (Middle Age), yang biasa disebut dengan masa kegelapan. Disebut demikian karena pada saat itu kurang atau tidak adanya pemikiran-pemikiran baru, khususnya dalam dunia arsitektur yang menjadikan karya-karya arsitektur berhenti atau hanya mengolah elemen-elemen detail yang sifatnya dekoratif (seperti Arsitektur Rococo).
Faktor yang sangat mempengaruhi lahirnya masa Renaissance (pencerahan) adalah adanya konsep-konsep dan pemikiran baru dalam cara pandang manusia dalam kehidupannya yaitu dengan cara penghargaan terhadap akal manusia (personal), dengan tidak lagi hanya menggantungkan pada kepemimpinan gereja.
Konsep Dasar Pemikiran Renaissance
Masa Renaissance merukan kelahiran kembali arsitektur Klasik, yang didasari oleh Arsitektur Klasik Yunani dengan pengaruh Arsitektur Klasik Romawi. Sejarah singkatnya orang Yunani telah secara mendalam membahas cara hidup enak di dunia. Untuk mendapatkan hidup enak, perlu ada aturan. Aturan dibuat untuk mengatur manusia dan alam.
Manusia & Alam ==>yang membuat aturan “KITA” yang menghasilkan paham “HUMANISME
“HUMANISME”==> Paham yang mengatakan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. (Humanisme yang berisi paham „LIBERALISME‟).
“LIBERALISME==>” Paham yang mengatakan bahwa manusia harus bebas. Bebas mengatur dirinya dan alam, sehingga manusia harus membuat aturan, dan aturan dibuat dengan akal. Ini merupakan inti dari paham “RATIONALISME”
“RATIONALISME”==> Paham yang mengatakan bahwa kebenaran dicari dan diukur dengan akal. Dengan demikian pada akhirnya akan memunculkan paham “EMPIRISME”.
Secara intinya “HUMANISME” merupakan paham yang bertujuan mengangkat derajat dan kemuliaan manusia. Paham ini mendasari apresiasi terhadap seniman dan karya-karyanya. Dunia Klasik yang berminat terhadap HUMANITAS dan cinta akan keindahan, menggunakan figur manusia sebagai obyek, karena manusia merupakan karya seni yang terindah.
Paham “RASIONALISME” mendasari keingintahuan (coriosity) dan penyelidikan tentang hakekat alam, memunculkan ilmu-ilmu baru (Matematik, Perspektif dan Antomi). Aplikasi dari ilmu-ilmu tersebut menjadi dasar teori yang diterapkan pada karya-karya masa Renaissance.
Kelahiran Renaissance
Pengaruh Renaissance berkembang sejak awal abad ke-14 di Florence, Italia yang kemudian meluas ke Perancis, Jerman, Inggris, Spanyol, Portugal dan juga ke negara jajahan Eropa di Amerika, Asia dan Afrika.
Renaissance berawal dari karya kesusastraan, berpedoman pada karya Petrach, Boccacio dan Dante. Kemudian diikuti oleh seni pahat dan seni lukis (dengan beberapa senimannya yaitu Nicola Pisano, Gimabue dan Giotto). Kemudian yang terakhir adalah perkembangan seni arsitekturnya. Filipo Brunelleschi (1377-1466) adalah arsitek Renaissance pertama, berawal dari pengrajin emas, pemahat dan juga mendalami Matematika. Serta membuat gambar kerja dari bangunan Romawi Kuno di Roma. “Ospedale Degli Innocenti” 1419 (The Founding Hospital) karya pertamanya bergaya “Tuscan dan Romanesque”. Desain selanjutnya menunjukan pendekatan ke gaya New Classical, seperti kecenderungan “kesimetrisan”, “proporsional” dan penerapan “Arcade dengan kolom-kolom pendukung setengah lingkaran (elemen busur)” merupakan ciri gaya arsitektur bangunan masa Renaissance. Sedangkan Alberti dengan Pallazio Rucellai-nya (1446) yang memiliki façade dengan order bentuk-bentuk pilar dan garis-garis horisontal pada bidang datar yang luas pola ini menjadi populer di masa mendatang, merupakan dua tokoh yang utama.
Teori-teori Arsitektur Renaissance
Perkembangan teori arsitektur yang dipakai para arsitek pada masa Renaissance percaya bahwa bangunan mereka harus menjadi satu bagian dari suatu tata aturan yang lebih tinggi. Mereka kembali pada sistem proporsi matematis Yunani sehingga timbul pengertian arsitektur adalah matematika yang diterjemahkan dalam satuan-satuan ruang. Pengembangan teori-teori Renaissance banyak mengacu pada falsafah yang dibuat oleh Plato, Pythagoras dan Aristoteles. Teori Plato melihat bahwa keindahan alami muncul melalui adanya garis, lingkaran, dan permukaan yang menghasilkan bentuk dan volume geometris yang absolut. Teori Pythagoras merupakan dasar pengembangan rasio perbandingan yang membentuk dasar bagi proporsi-proporsi arsitektural dengan mencoba perhitungan Matematis untuk membentuk suatu yang Estetis.
Teori Aristoteles mengemukakan teori ruang sebagai tempat dan terbatasnya Kosmos yang kemudian berkembang sampai dengan timbulnya konsep”Ruang Cartesian”. Teori ini menyatakan bahwa panjang, lebar dan ketebalan membentuk wujud keteraturan geometris seperti grid dua atau tiga dimensi (konsep geometri ruang).
Gabungan dari beberapa teori terdahulu dengan teori Vitruvius menghasilkan teori Proporsi pada Renaissance yang mengutamakan KEHARMONISAN.
Proporsi,
Adalah perbandingan antara tiap-tiap dimensi sehingga menghasilkan keseimbangan dimensi. Teori ini diterapkan berdasar pada penerapan tubuh manusia melalui sistem-sistem geometris dan matematis yang menghasilkan bentuk-bentuk yang unik dan sistem-sistem universal.
Teori Proporsi yang diterapkan Andrea Palladio (1508 – 1580) menegaskan adanya tujuh buah ruang yang paling indah proporsinya, yaitu berupa “Tujuh Bentuk Denah Ruang-Ruang yang Ideal” (Lihat Gambar). Selain itu Palladio mengusulkan beberapa cara untuk menentukan ketinggian yang benar, untuk ruang-ruang yang memiliki langit-langit datar, tinggi ruang seharusnya 1/3 lebih besar dari pada lebarnya. Palladio menggunakan Pythagoras untuk menentukan tingginya ruang dengan menggunakan matematika, geometri dan harmoni.
MATEMATIS : C – B / B – A = C / C misalnya 1,2,3 atau 6,9,12
GEOMETRIS : C – B / B – A = C / B eg. 1,2,4 atau 4,6,9
HARMONIK : C – B / B – A = C / A eg. 2,3,6 atau 6,8,12
Hukum Pythagoras menyatakan bahwa “segala sesuatu diatur menurut angka-angka”. Plato mengembangkan estetika Pythagoras tentang angka-angka menjadi proporsi estetika dengan menciptakan segiempat-segiempat bujur sangkar dan kubus-kubus peningkatan angka sederhana untuk menciptakan penambahan-penambahan yang dua maupun 3 x lipat. Deret angka 1, 2, 4, 8, dan 1, 3, 9, 27 ini mengungkapkan struktur alam yang harmonis.
Teori Renaissance mengembangkan rasio-rasio tersebut tidak hanya pada dimensi sebuah ruang atau façade, tetapi juga di dalam proporsi-proporsi kaitan ruang-ruang dari suatu urutan ruang-ruang atau suatu denah keseluruhan.
Secara intinya “HUMANISME” merupakan paham yang bertujuan mengangkat derajat dan kemuliaan manusia. Paham ini mendasari apresiasi terhadap seniman dan karya-karyanya. Dunia Klasik yang berminat terhadap HUMANITAS dan cinta akan keindahan, menggunakan figur manusia sebagai obyek, karena manusia merupakan karya seni yang terindah.
Paham “RASIONALISME” mendasari keingintahuan (coriosity) dan penyelidikan tentang hakekat alam, memunculkan ilmu-ilmu baru (Matematik, Perspektif dan Antomi). Aplikasi dari ilmu-ilmu tersebut menjadi dasar teori yang diterapkan pada karya-karya masa Renaissance.
Kelahiran Renaissance
Pengaruh Renaissance berkembang sejak awal abad ke-14 di Florence, Italia yang kemudian meluas ke Perancis, Jerman, Inggris, Spanyol, Portugal dan juga ke negara jajahan Eropa di Amerika, Asia dan Afrika.
Renaissance berawal dari karya kesusastraan, berpedoman pada karya Petrach, Boccacio dan Dante. Kemudian diikuti oleh seni pahat dan seni lukis (dengan beberapa senimannya yaitu Nicola Pisano, Gimabue dan Giotto). Kemudian yang terakhir adalah perkembangan seni arsitekturnya. Filipo Brunelleschi (1377-1466) adalah arsitek Renaissance pertama, berawal dari pengrajin emas, pemahat dan juga mendalami Matematika. Serta membuat gambar kerja dari bangunan Romawi Kuno di Roma. “Ospedale Degli Innocenti” 1419 (The Founding Hospital) karya pertamanya bergaya “Tuscan dan Romanesque”. Desain selanjutnya menunjukan pendekatan ke gaya New Classical, seperti kecenderungan “kesimetrisan”, “proporsional” dan penerapan “Arcade dengan kolom-kolom pendukung setengah lingkaran (elemen busur)” merupakan ciri gaya arsitektur bangunan masa Renaissance. Sedangkan Alberti dengan Pallazio Rucellai-nya (1446) yang memiliki façade dengan order bentuk-bentuk pilar dan garis-garis horisontal pada bidang datar yang luas pola ini menjadi populer di masa mendatang, merupakan dua tokoh yang utama.
Teori-teori Arsitektur Renaissance
Perkembangan teori arsitektur yang dipakai para arsitek pada masa Renaissance percaya bahwa bangunan mereka harus menjadi satu bagian dari suatu tata aturan yang lebih tinggi. Mereka kembali pada sistem proporsi matematis Yunani sehingga timbul pengertian arsitektur adalah matematika yang diterjemahkan dalam satuan-satuan ruang. Pengembangan teori-teori Renaissance banyak mengacu pada falsafah yang dibuat oleh Plato, Pythagoras dan Aristoteles. Teori Plato melihat bahwa keindahan alami muncul melalui adanya garis, lingkaran, dan permukaan yang menghasilkan bentuk dan volume geometris yang absolut. Teori Pythagoras merupakan dasar pengembangan rasio perbandingan yang membentuk dasar bagi proporsi-proporsi arsitektural dengan mencoba perhitungan Matematis untuk membentuk suatu yang Estetis.
Teori Aristoteles mengemukakan teori ruang sebagai tempat dan terbatasnya Kosmos yang kemudian berkembang sampai dengan timbulnya konsep”Ruang Cartesian”. Teori ini menyatakan bahwa panjang, lebar dan ketebalan membentuk wujud keteraturan geometris seperti grid dua atau tiga dimensi (konsep geometri ruang).
Gabungan dari beberapa teori terdahulu dengan teori Vitruvius menghasilkan teori Proporsi pada Renaissance yang mengutamakan KEHARMONISAN.
Proporsi,
Adalah perbandingan antara tiap-tiap dimensi sehingga menghasilkan keseimbangan dimensi. Teori ini diterapkan berdasar pada penerapan tubuh manusia melalui sistem-sistem geometris dan matematis yang menghasilkan bentuk-bentuk yang unik dan sistem-sistem universal.
Teori Proporsi yang diterapkan Andrea Palladio (1508 – 1580) menegaskan adanya tujuh buah ruang yang paling indah proporsinya, yaitu berupa “Tujuh Bentuk Denah Ruang-Ruang yang Ideal” (Lihat Gambar). Selain itu Palladio mengusulkan beberapa cara untuk menentukan ketinggian yang benar, untuk ruang-ruang yang memiliki langit-langit datar, tinggi ruang seharusnya 1/3 lebih besar dari pada lebarnya. Palladio menggunakan Pythagoras untuk menentukan tingginya ruang dengan menggunakan matematika, geometri dan harmoni.
MATEMATIS : C – B / B – A = C / C misalnya 1,2,3 atau 6,9,12
GEOMETRIS : C – B / B – A = C / B eg. 1,2,4 atau 4,6,9
HARMONIK : C – B / B – A = C / A eg. 2,3,6 atau 6,8,12
Hukum Pythagoras menyatakan bahwa “segala sesuatu diatur menurut angka-angka”. Plato mengembangkan estetika Pythagoras tentang angka-angka menjadi proporsi estetika dengan menciptakan segiempat-segiempat bujur sangkar dan kubus-kubus peningkatan angka sederhana untuk menciptakan penambahan-penambahan yang dua maupun 3 x lipat. Deret angka 1, 2, 4, 8, dan 1, 3, 9, 27 ini mengungkapkan struktur alam yang harmonis.
Teori Renaissance mengembangkan rasio-rasio tersebut tidak hanya pada dimensi sebuah ruang atau façade, tetapi juga di dalam proporsi-proporsi kaitan ruang-ruang dari suatu urutan ruang-ruang atau suatu denah keseluruhan.
Balance,
Teori ini mengemukakan tentang keseimbangan dalam bentuk, dimensi dan rasio. Keseimbangan ini dibuat melalui suatu yang „Simetris‟ atau „Asimetris‟. Simetris adalah kasus spesial dariprinsip „koheren‟ tiap-tiap elemen. Dari simetri ini dihasilkan sumbu-sumbu atau axis, yang dapat memberikan kesan formal dan religius. Simetri dalam Arsitektur Renaissance, menjadi :
Geometri pada teori Renaissance terhadap bentuk, dimensi dan rasio menerapkan pendekatan terhadap proporsi melalui struktur tubuh manusia yang diterapkan pada elemen-elemen arsitektur. Analogi antara proporsi tubuh dengan bangunan menjadikan arsitektur mempunyai perbendaharaan istilah „façade‟, „kulit bangunan‟, „skeleton‟, serta yang hubungan antara ukuran, bentuk dan gerak berupa „skala manusia‟.
Perspektif
Teori Perspektif pada masa Renaissance diawali oleh Brunelleschi yang menerapkan perspektif dalam pengembangan arsitektur terhadap „Ruang dan Bentuk‟. Hal ini tampak pada karyanya Piazza Del Campidoglio di Roma. Pengembangan prinsip perspektif ini jelas dipengaruhi oleh pemahaman baru terhadap kaidah optik.
Teknologi
Teknologi sangat mendukung dalam pengembangan konsep-konsep dan teori arsitektur Renaissance. Pertama adalah ilmu pertukangan yang mendapat kemudahan karena penemuan teknik penyajian stereotomy karya Delorme (1510–1570). Teknik ini dapat menggambarkan pembuatan „busur‟ (vaulting) dengan batu potongan. Hal ini kemudian dikembangkan pula oleh Gottfried Semper (1803-1879) dengan teori tentang tektonik. Semper mengatakan bahwa bahasa arsitektur adalah bahasa tangan yang perwujudannya adalah tektonik sedangkan ruang perlu diungkap melalui stereotomik. Bahasa tangan ini meliputi cara menyambung unsur konstruksi. Kedua adalah ilmu bangunan yang mengeluarkan tipe-tipe rumah, diikuti dengan perkembangan peraturan dan baku bangunan.
Teori ini mengemukakan tentang keseimbangan dalam bentuk, dimensi dan rasio. Keseimbangan ini dibuat melalui suatu yang „Simetris‟ atau „Asimetris‟. Simetris adalah kasus spesial dariprinsip „koheren‟ tiap-tiap elemen. Dari simetri ini dihasilkan sumbu-sumbu atau axis, yang dapat memberikan kesan formal dan religius. Simetri dalam Arsitektur Renaissance, menjadi :
- Simetri dengan prinsip-prinsip Estetika. Memperhatikan keselarasan (harmoni), seperti yang dipakai oleh Palladio atau memperhatikan kekuatan simbol-simbol bangunan religius seperti karya-karya Michelangelo.
- Simetri dengan prinsip-prinsip Konstruktif. Menggunakan rasionalitas dengan aturan-aturan statik untuk membentuk bentang sederhana, rangka, busur, dome dan lain-lain.
Geometri pada teori Renaissance terhadap bentuk, dimensi dan rasio menerapkan pendekatan terhadap proporsi melalui struktur tubuh manusia yang diterapkan pada elemen-elemen arsitektur. Analogi antara proporsi tubuh dengan bangunan menjadikan arsitektur mempunyai perbendaharaan istilah „façade‟, „kulit bangunan‟, „skeleton‟, serta yang hubungan antara ukuran, bentuk dan gerak berupa „skala manusia‟.
Perspektif
Teori Perspektif pada masa Renaissance diawali oleh Brunelleschi yang menerapkan perspektif dalam pengembangan arsitektur terhadap „Ruang dan Bentuk‟. Hal ini tampak pada karyanya Piazza Del Campidoglio di Roma. Pengembangan prinsip perspektif ini jelas dipengaruhi oleh pemahaman baru terhadap kaidah optik.
Teknologi
Teknologi sangat mendukung dalam pengembangan konsep-konsep dan teori arsitektur Renaissance. Pertama adalah ilmu pertukangan yang mendapat kemudahan karena penemuan teknik penyajian stereotomy karya Delorme (1510–1570). Teknik ini dapat menggambarkan pembuatan „busur‟ (vaulting) dengan batu potongan. Hal ini kemudian dikembangkan pula oleh Gottfried Semper (1803-1879) dengan teori tentang tektonik. Semper mengatakan bahwa bahasa arsitektur adalah bahasa tangan yang perwujudannya adalah tektonik sedangkan ruang perlu diungkap melalui stereotomik. Bahasa tangan ini meliputi cara menyambung unsur konstruksi. Kedua adalah ilmu bangunan yang mengeluarkan tipe-tipe rumah, diikuti dengan perkembangan peraturan dan baku bangunan.
0 komentar:
Post a Comment