Posted by Jhon Frie. Category:
TEOLOGI ISLAM
Secata
etimologis kata khawarij berasal dari bahasa arab kharaja yang berarti
keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Ataupun khawarij juga berarti
setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Dalam
terminologi Ilmu Kalam, yang dimaksud dengan Khawarij adalah suatu sekte atau
kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan
barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase
(tahkim) dalam perang siffin pada tahun 37 H/ 648 M dengan kelompok bughat
(pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.
Menurut sejarah, kaum ini keluar dari Ali
karena golongan kaum Khawarij berkeyakinan bahwa semua masalah antara Ali dan
Mu’awiyah harus diselesaikan dengan merujuk kepada hukum-hukum Allah yang
tertuang dalam surah al-Maidah ayat: 44
“Barang
siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah
orang-orang kafir.”
Berdasarkan
ayat ini menurut mereka Ali, Mu’awiyah dan orang-orang yang menyetujui tahkim
telah menjadi kafir karena mereka dalam memutuskan perkara tidak merujuk
al-Qur’an. Dan mereka mempunyai semboyan (لا حكم الا الله) tidak ada hukum kecuali dari Allah.
Setelah
itu orang-orang Khawarij menyatakan keluar dari golongan Ali, kemudian dengan
jumlah pengikut sekitar 12.000 orang mereka pergi menuju Harura dekat Kufah.
Oleh sebab itu mereka disebut juga dengan nama Haruriah. Dalam
perjalanan ke Harura mereka dipandu oleh Abdullah Al-Kiwa. Dan di Harura inilah
mereka melanjutkan perlawanan mereka terhadap Ali dan Mu’awiyah dengan
mengangkat seorang pemimpin yang bernama Abdullah bin Wahab Ar-Rasidi.
Sejarah
Kelompok
Khawarij merupakan aliran teologi pertama yang muncul dalam dunia Islam, yakni
abad I H/8 M pada masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib. Kemunculannya
dilatabelakangi oleh pertikaian politik antara Ali dengan Muawiyah ibn Abi
Sufyan, yang pada waktu itu maenjabat sebagai gubernur Syam (sekarang :
Suriah). Muawiyah menolak memberikan baiat kepada Ali yang terpilih sebagai
khalifah sehingga Ali mengerahkan bala tentara untuk menggempur Muawiyah.
Muawiyah juga mengumpulkan pasukan untuk menghadapi Ali. Kedua pasukan itu lalu
bertemu di suatu tempat bernama Siffin. Pertempuran yang dinilai dahsyat dan
tergolong besar terjadi antara kedua belah pihak, buktinya dengan banyak
korban. Di pihak Ali, 25.000 orang gugur, sementara di pihak Muawiyah 45.000
personel tewas.
Dalam
pertarungan ini ini pihak Ali memperlihatkan akan memperoleh kemenangan dan
berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Amr ibn As yang ikut berperang di pihak
Muawiyah mengusulkan kepada Muawiyah agar memerintahkan pasukannya mengangkat
mushaf (kumpulan lembaran) al-Quran dengan ujung tombak sebagai isyarat minta
damai. Pada mulanya, Ali tidak mau menerima tawaran damai Muawiyah tersebut.
Tetapi, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama para qurra’
(pembaca) dan huffadz (penghafal), diputuskan untuk mengadakan arbitrasi
(tahkim). Sebagai hakam atau penengah, diangkat dua orang, yaitu Abu
Musa al-Asy’ari yang dikenal lurus mewakili kelompok Ali dan Amr ibn As yang
licik menjadi delegasi golongan Muawiyah. Keputusan Ali menerima arbitrasi
sebagai jalan penyelesaian sengketa tentang khilafah dengan Muawiyah ternyata
tidak didukung oleh semua pengikutnya. Mereka yang tidak setuju dengan sikap
Ali keluar dari barisan, lalu mengangkat Abdullah ibn Wahab al-Rasibi sebagai
pemimpin mereka yang baru. Kelompok ini kemudian memisahkan diri ke Harura,
suatu desa dekat Kufah. Mereka inilah yang dikenal dengan sebutan golongan
Khawarij.
Seiring
perjalanan waktu, kaum Khawarij di Harura berhasil menyusun kekuatan dan
memperoleh banyak pengikut, sehingga mereka berani menyatakan pembangkangan
terhadap Ali. Menurut keyakinan mereka, Ali dan Muawiyah serta semua yang
menyetujui arbitrasi dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam. Oleh
karenanya, mereka harus ditentang dan dijatuhkan. Untuk menumpas kaum Khawarij
tersebut, Ali menyiapkan sepasukan tentara dan kemudian kedua pasukan itu
bertempur di sebuah tempat yang bernama Nahrawan. Pertempuran ini berakhir
dengan kemenangan tentara Ali dan hampir seluruh kekuatan Khawarij dapat
dimusnahkan. Menurut Abdul Karim Syahristani, tidak sampai sepuluh orang kaum
Khawarij yang selamat dari peperangan ini. Lainnya tumbang dalam medan perang,
termasuk pemimpin mereka Abdullah ibn Wahab al-Rasibi. Akan tetapi, kekalahan total
di Nahrawan tidak membuat kaum Khawarij patah semangat, malah justru
membangkitkan semangat jihad mereka untuk menjatuhkan Ali. Akhirnya salah
seorang di antara mereka yang bernama Abdurrahman ibn Muljam berhasil membunuh
Ali saat beliau keluar rumah hendak melaksanakan shalat Subuh pada 17 Ramadlan
40 H/24 Januari 661 M. Sirajuddin Abbas menambahkan bahwa rencana pembunuhan
yang dirancang oleh kaum Khawarij tidak saja Ali, tetapi juga terhadap Muawiyah
yang akan dilakukan oleh al-Barak dan Amr ibn As yang akan dilaksanakan oleh
Umar ibn Bakir. Amr ibn As akan dibunuh karena dinilai sebagai delegasi
Muawiyah dalam arbitrasi yang menipu. Tetapi pembunuhan terencana terhadap
keduanya tidak berhasil.
Sekte-sekte
dalam Khawarij
Mengenai
jumlah sekte Khawarij, para ulama berbeda pendapat. Yakni :
1.
Abu Musa al-Asy’ari menyebutkan lebih dari dua puluh sekte.
2.
al-Baghdadi (ahli ushul fiqh) berpendapat ada dua puluh sekte.
3.
Syahristani mengatakan delapan belas sekte.
4.
Ada ulama yang hanya menghitung sekte-sekte yang utama, seperti Mustafa
al-Syak’ah (seorang ahli ilmu kalam) menyebut delapan sekte, yaitu :
Al-Muhakkimah
Al-Azariqah
Al-Najdat
Al-Baihasiyah
Al-Ajaridah
Al-Sa’alibah
Al-Ibadiyah
Al-Sufriyah
1.
Abu Zahrah (ahli fiqh, ushul fiqh dan kalam) menerangkan empat sekte saja,
yaitu :
1.
Al-Najdat
2.
Al-Sufriyah
3.
Al-Ajaridah
4.
Al-Ibadiyah
2.
Harun Nasution (ahli filsafat Islam dan mantan rektor IAIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta) dalam bukunya Filsafat Islam mengatakan ada enam sekte penting, yaitu
:
1.
Al-Muhakkimah
2.
Al-Azariqah
3.
Al-Najdat
4.
Al-Ajaridah
5.
Al-Ibadiyah
6.
Al-Sufriyah
Pokok
Ajaran Khawarij
Paham
dan ajaran pokok dari setiap sekte Khawarij yang penting adalah sebagai berikut
:
1.
al-Muhakkimah di pandang sebagai golongan Khawarij asli karena terdiri
dari pengikut-pengikut yang kemudian membangkang. Nama tersebut berasal
dari semboyan mereka yang terkenal “la hukma illa li Allah” (tiada hukum
kecuali hukum Allah) yang merujuk kepada al-Quran, al-Quran, 6:57 :
Mereka
menolak arbitrasi karena dianggap bertentangan dengan perintah Allah swt. dalam
al-Quran, 49:9 :
yang
menyuruh memerangi kelompok pembangkang sampai mereka kembali ke jalan Allah
swt. Selanjutnya, dalam paham sekte ini Ali, Muawiyah dan semua orang yang
menyetujui arbitrasi dituduh telah kafir mereka telah menyimpang dari ajaran
Islam, seperti tercantum dalam al-Quran, 5:44
Kemudian
mereka juga menganggap kafir orang-orang yang berbuat dosa besar, seperti
membunuh tanpa alasan yang sah dan berzina.
1.
al-Azariqah. Sekte ini lahir sekitar tahun 60 H (akhir abad ke 7 M) di daerah
perbatasan Irak dan Iran. Nama al-Azariqah dinisbatkan kepada pemimpin sekte
ini, Nafi’ ibn Azrak al-Hanafi al-Hanzali. Sebagai khalifah, Nafi’ digelari
Amir al-Mukminin. Menurut al-Baghdadi, pendukungnya berjumlah lebih dari 20
ribu orang. Berbeda dengan al-Muhakkimah, al-Azariqah membawa paham yang lebih
ekstrim. Paham mereka antara lain ialah bahwa setiap orang Islam yang menolak
ajaran al-Azariqah dianggap musyrik. Pengikut al-Azariqah, yang tidak sudi
berhijrah ke dalam wilayah mereka, juga dianggap musyrik. Menurut mereka, semua
orang yang musyrik boleh ditawan atau dibunuh, termasuk anak dan istri mereka.
Berdasarkan prinsip ini, pengikut al-Azariqah banyak melakukan pembunuhan
terhadap sesama umat Islam yang berada di luar daerah mereka. Mereka memandang
daerah mereka sebagai wilayah Islam (dar al-Islam), di luar daerah itu
dinilai sebagai kawasan kafir (dar al-kufr).
2.
al-Najdat. Sekte ini adalah kelompok yang dipimpin oleh Najdah ibn Amir
al-Hanafi, penguasa daerah Yamamah dan Bahrein. Lahirnya kelompok ini sebagai
reaksi terhadap pendapat Nafi’, pemimpin al-Azariqah, yang mereka pandang
terlalu ekstrim. Pendapat itu ialah tentang pemusyrikan terhadap pengikut
al-Azariqah yang tidak hijrah ke wilayah kelompok itu dan tentang kewenangan
membunuh anak-istri yang musyrik. Pengikut al-Najdat memandang Nafi’ dan
pengikutnya telah kafir.
Paham
al-Najdat yang terpenting adalah bahwa orang Islam yang tidak sepaham dengan
mereka dianggap kafir, dan kekal dalam neraka. Sementara pengikut al-Najdat
tidak akan kekal dalam neraka walaupun melakukan dosa besar. Selanjutnya,
menurut mereka, dosa kecil jika dilakukan secara kontinyu akan meningkat
menjadi dosa besar. Paham lain yang di bawa adalah menyembunyikan identitas
keimanan demi keselamatan (taqiyah); dalam hal ini seseorang
diperbolehkan mengucapkan kata-kata atau tindakan yang bertentangan dengan
keyakinan. Dalam perkembangannya, sekte ini mengalami perpecahan. Beberapa
tokoh penting dari sekte ini, seperti Abu Fudaik dan Rasyid al-Tawil, membentuk
kelompok oposisi terhadap al-Najdat yang berakhir dengan terbunuhnya Najdat
pada tahun 69 H/688 M.
1.
Al-Ajaridah. Pemimpin sekte ini adalah Abdul Karim ibn Ajarrad. Dibandingkan
dengan al-Azariqah, pandangan-pandangan kaum al-Ajaridah jauh lebih moderet.
Mereka berpendapat bahwa tidak wajib berhijrah ke wilayah mereka seperti yang
diajarkan Nafi’, tidak boleh merampas harta dalam peperangan kecuali harta
orang yang mati terbuuh dan tidak dianggap musyrik anak-anak yang masih kecil.
Bagi mereka, al-Quran sebagai kitab suci tidak layak memuat cerita-cerita
percintaan, seperti yang terkandung dalam surah Yusuf. Oleh karena itu, surah
Yusuf dipandang bukan bagian dari al-Quran.
2.
Al-Sufriyah. Sekte ini membawa paham yang mirip dengan paham al-Azariqah,
hanya lebih lunak. Nama al—Sufriyah baerasal dari nama pemimpin mereka, Ziad
ibn Asfar. Pendapatnya yang penting adalah istilah kufr atau kafir
(mengandung dua arti, yaitu kufr al-ni’mah ‘mengingkari nikmat Tuhan’
dan kufr bi Allah ‘mengingkari Tuhan’). Untuk arti petama, kafir tidak
berarti keluar dari Islam. Tentang taqiyah, mereka hanya membolehkan
dalam bentuk perkataan, tidak boleh berupa tindakan, kecuali bagi wanita Islam
yang diperbolehkan menikah dengan lelaki kafir bila terancam keamanan dirinya.
Al-Ibadiyah.
Sekte ini dimunculkan oleh Abdullah ibn Ibad al-Murri al-Tamimi pada tahun 686.
Doktrin mereka yang terpenting antara lain bahwa orang Islam yang berdosa besar
tidak dapat dikatakan mukmin, melainkan muwahid (orang yang dimaksud adalah
kafir nikmat, yaitu tidak membuat pelakunya keluar dari agama Islam).
Selanjutnya, yang dipandang sebagai daerah dar al-kufr hanyalah markas
pemerintahan dan itulah yang harus diperangi. Selain daerah itu, disebut dar
al-tauhid (wilayah orang-orang Islam), tidak bolah diperangi. Tentang harta
yang boleh dirampas dalam perang, mereka hanya menetapkan kuda dan alat perang.
Kelompok ini dianggap sebagai golongan yang paling moderat dalam Khawarij.
0 komentar:
Post a Comment