Posted by Jhon Frie. Category:
TEOLOGI ISLAM
Sejarah Aliran Murji’ah
Secara harfiah menurut al-syahrastani, Husain bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang menyebut irja’ . akan tetapi, hal ini belum menunjukan bahwa ia adalah pendiri Murji’ah. Istilah ini berarti “yang menangguhkan atau mengembalikan”. Pada mulanya, kemunculan aliran ini beranjak dari sikap pasif atau tidak memihak antara dua kelompok umat Islam yang tengah bertikai setelah pembunuhan Utsman. Mereka menahan diri untuk tidak memberi penilaian siapa yang benar dan salah di antara kedua belah pihak dan lebih memilih menangguhkan atau mengembalikan (irja’) penilaiannya kepada keputusan Allah kelak diakhirat.
Kata irja' atau arja'a yang berarti penundaan, penangguhan dan pengharapan. Kata arja'a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan pada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja'a berarti pula melakukan dibelakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu, murji'ah artinya orang yang mengemudikan amal kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Mu'awiyah serta pasukannya di hari kiamat kelak. Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran Murji’ah adalah:
a. Adanya
perbedan pendapat antara orang-orang syi’ah dan khawarij, mengkafirkan
pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan Ali dan mengafirkan orang yang
terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang Shiffin.
b. Adanya
pendapat yang menyalahkan Aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan
terjadinya perangjamal.
c. Adanya
pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin
Affan.
Ajaran-ajaran
Murji’ah
Ajaran – ajaran pokok yang terdapat dalam aliran Murji’ah
ini adalah sebagai berikut :
a. Iman
hanya membenarkan (pengakuan) di dalam hati.
b. Orang
Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut
tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimah syahadat.
c. Hukum
terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.
Doktrin-Doktrin Kaum Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan
atau doktrin irja atau arja’a yang di aplikasikan dalam banyak persoalan, baik
persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja
diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hamper selalu
diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal
pula sebagai the queietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi
begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir Al-Quran, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi (the impeccability of the profhet), hukuman atas dosa (punishment of sins), ada yang kafir (infidel) di kalangan generasi islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :
a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Munawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidun.
c. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan helenis.
Masih berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:
a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Meletakkannya (kepentingan) iman daripada amal.
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu Abu ‘A’ la Al-Maududin menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu :
a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang di fardukan dan melakukan dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
Sekte-sekte Murji’ah
Kaum Murji’ah pecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun,
pada umumnya Aliran Murji’ah terbagi kepada dua golongan besar, yakni “golongan
moderat” dan “golongan ekstrim”. Golongan Murji’ah moderat berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi
akan di hukum sesuai dengan besar kecilnya dosa yang dilakukan. Sedangkan Murji’ah
ekstrim, yaitu pengikut Jaham Ibn Safwan, berpendapat bahwa orang Islam yang
percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah
menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya dalam hati. Bahkan, orang yang
menyembah berhala, menjalankan agama Yahudi dan Kristen sehingga ia mati,
tidaklah menjadi kafir. Orang yang demikian, menurut pandangan Allah, tetap
merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.
Konsep Iman Dan Pelaku Dosa Besar
Murji'ah
Ekstrim
Murji'ah Ekstrim mengatakan, bahwa iman hanya pengakuan atau
pembenaran dalam hati (tasdiq bi al-qalb). Artinya, mengakui dengan hati bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad Rasul-Nya. Berangkat dari konsep
ini, Murji'ah berpendapat bahwa seseorang tidak menjadi kafir karena melakukan
dosa besar, bahkan mengatakan kekufurannya secara lisan. Oleh karena itu, jika
seseorang telah beriman dalam hatinya, ia tetap dipandang sebagai seorang
mukmin sekalipun menampakkan tingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani.
Menurut mereka, iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman,
karena yang penting menurut mereka adalah tasdiq dalam hati. Alasannya bahwa
iman dalam bahasa adalah tasdiq sedangkan perbuatan dalam bahasa tidak
dinamakan tasdiq. Tasdiq itu merupakan persoalan dalam hati sedangkan perbuatan
urusan anggota tubuh (al-arkam) dan diantara keduanya tidak saling
mempengaruhi. Iman letaknya dalam hati dan apa yang ada dalam hati seseorang
tidak diketahui manusia lain.
Sedangkan perbuatan-perbuatan seseorang tidak selamanya
menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu, ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak
mempunyai iman. Kelompok Murji'ah Ekstrim yang terkenal adalah perbuatan
maksiat tidak dapat menggungurkan keimanan sebagaimana ketaatan tidak dapat
membawa kekufuran. Dapat disimpulkan bahwa Murji'ah Ekstrim memandang pelaku
dosa besar tidak selamanya akan disiksa di neraka. Golongan ini dipimpin oleh
al-jahamiyah (pengikut Jaham Ibn Safwan).
Murji'ah Moderat
Golongan Murji'ah Moderat berpendapat bahwa iman itu terdiri
dari tasdiq bi al-qalb dan iqrar bi al-lisan. Pembenaran hati saja tidak cukup
ataupun dengan pengakuan dengan lidah saja, maka tidak dapat dikatakan iman.
Kedua unsur iman itu tidak dapat dipisahkan. Iman adalah kepercayaan dalam hati
yang dinyatakan dengan lisan. Jadi pelaku dosa besar menurut mereka bukanlah
kafir dan tidak kekal dalam neraka sungguhpun ia meninggal dunia sebelum sempat
bertaubat dari dosa-dosanya. Nasibnya di akhirat terletak pada kehendak Allah,
kalau Allah mengampuninya maka ia terbebas dari neraka dan masuk surga, namun
jika ia tidak mendapat ampunan ia masuk neraka dan kemudian baru dimasukkan
surga. Adapun orang yang berdosa kecil, dosa-dosanya akan dihapus oleh
kebaikan, sembahyang dan kewajiban-kewajiban lainnya yang dijalankannya. Dengan
demikian dosa-dosa besar apalagi dosa-dosa kecil tidak membuat seseorang keluar
dari iman. Tokoh dari golongan ini antara lain : Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn Ali
Bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadis.
0 komentar:
Post a Comment