Posted by Jhon Frie. Category:
TEORI ARSITEKTUR
Istilah Dekonstruksi pertamakali digunakan dalam Ilmu Kesustraan dan Ilmu Filsafat Perancis dengan konotasi arti sebagai metoda. Metoda dalam konteks filosofis yang dilahirkan dari konsep anti-filosofis (Norris,1987). Gagasan ini berasal dari pandanganpandangan Husserl, Saussure, dan Levi-Strausse yang berakar dari filsafat Yunani Kuno dan sejalan dengan pandangan skeptisme.
Pengertian ini digunakan oleh pencetus gagasannya, Derrida (yang selanjutnya dikenal sebagai Bapak Dekonstruksivisme) untuk merehabilitasi filsafat bahasa tulis terhadap keabsolutan kebenaran filsafat bahasa lisan (Derrida, 1967). Derrida mengembangkan konsep dekonstruksi kedalam berbagai eksperimen yang mengekspresikan ciri kebebasan retorikal atas struktur komposisi formal. Oleh karena itu faham Derridean ini dipandang sebagai suatu kontroversi besar dalam bidangnya, bahkan populer dengan sebutan “the genius of Irony” (O’Hara, 1983).
Dari berbagai latar belakang diatas dapat digambarkan bahwa pandangan dekonstruksi lahir dari suatu atmosfir yang berlandaskan pada konsep “filosofi-anti”. Pandangan yang membatasi perspektif keabsolutan kebenaran, menolak berbagai hubungan kausatif (sebab-akibat) dan mengembangkan filsafat historis-hermeneutis yang memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut (Kleden, 1987) :
1. Jalan untuk mendekati kebenaran bukannya melalui observasi, melainkan melalui pemahaman arti atau makna.
2. Kontrol terhadap salah benarnya pemahaman tersebut tidak dilaksanakan melalui test yang direncanakan melainkan melalui interpretasi. Interpretasi yang benar akan meningkatkan intersubyektivitas sedangkan yang salah akan mendatangkan sangsi.
3. Pemahaman hermeneutis selalu mendasarkan pemahamannya pada pra-pengertian yang dihasilkan dari situasi-situasi reflektif.
Melihat berbagai filosofi yang melatarbelakangi lahirnya faham dekonstruksi ini, akan mudah diduga bahwa pengaruhnya terhadap berbagai bidang akan selalu diawali dengan kontroversi. Demikian pula dalam konteks arsitektural, dekonstruksi oleh sementara kelompok dipandang telah memutarbalikan prinsip-prinsip primordial dalam arsitektur (Zenghelis, 1988).
Menjamurnya perkembangan dekonstruksi dalam arsitektur di Amerika dan Eropa telah mengundang kontroversi baik pro maupun kontra dalam berbagai media cetak. Hal tersebut disebabkan karena berbagai tokoh dekonstruksi tersebut adalah para arsitek besar yang sangat berpengaruh (influential) terhadap arah kecenderungan arsitektur dewasa ini. Sejalan dengan ciri konseptual dekonstruksi yang “licin”, semakin memudahkan terjadinya salah interpretasi baik dalam pengolahan komposisi maupun struktur pembacaannya (Jenks, 1988).
Dekonstruksi dalam Arsitektur
Arsitektur sebagai suatu rancang-bangun yang berdasar pada faktor utama konstruksi dan estetika. Arsitektur dalam konteks bahasan ini dapat dilihat sebagai suatu “struktur” yang ber-grammar (tata bahasa). Oleh karena itu pemahaman “pembacaannya” berakar erat pada pemahaman filosofis dan kemampuan membacanya (literate).
Penggunaan istilah konstruktif dalam arsitektur sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1920 semasa perkembangan arsitektur avant-garde di Rusia. Pada masa itu konstruktif lebih dipandang sebagai metoda dari pada style (gaya). Hal ini bisa dilihat dari beberapa karya arsitek masa itu seperti Rodchenko dan Chernikov yang menjadikan arsitektur sebagai agenda teknologi dan bukan sebaliknya.
Secara substantif, metaphora dekonstruktif yang dilandasi oleh konsep filosofi-anti ini mempunyai ekspresi-ekspresi yang berada diantara pemahaman rasional dan irasional. Oleh karena itu pemahaman secara ilmiah saja tidaklah cukup, dituntut suatu kemampuan imajinasi. Kemampuan imajinasi memiliki kelemahan karena ketidakterbatasannya dan akan menjadi sesuatu yang esensial hanya apabila hasilnya bisa dikontrol dengan pemahaman.
Tanpa terjadinya pemahaman, dekonstruksi dalam arsitektur adalah tidak mungkin ditelusuri. Berdasarkan empiris, dekonstruksi membawa bentuk-bentuk geometri yang cenderung berbentuk “aneh”. Hal ini disebabkan oleh adanya pembatasan penerimaan keabsolutan terhadap keaslian bentuk-bentuk geometri yang selama ini dikenal.
Esensi bentuk bukan merupakan indikator utama dalam Arsitektur Dekonstruksi. Indikator utamanya adalah esensi makna dan simbol. Mendasarkan konsep makna/simbol sebagai suatu esensi kehidupan, maka penelusurannya akan sampai kepada simbol tertua yang lahir dari kehidupan manusia yaitu bahasa. Dari pendekatan inilah struktur kemanusiaan dapat digali karena struktur ini merupakan interkoneksi dari berbagai simbol/makna yang ada dalam masyarakat. Konsep tentang struktur makna/simbol itu sendiri akan berbeda untuk kondisi masyarakat yang berbeda.
1 komentar:
keren banget desainya
Post a Comment