Posted by Jhon Frie. Category:
TEOLOGI ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan pemikiran teologi dalam dunia Islam kian hari kian menjamur, tak pelak kadang hal ini menimbulkan berbagai pertentangan pemahaman antar kelompok, masing-masing kelompok mempertahankan pendapatnya masing-masing dengan dalil-dalil yang begitu meyakinkan baik dalil tersebut bersumber dari nash-nash agama ( Naqli) maupun yang bersumber dari pemikiran rasional ( Aqli) semuanya mengklaim bahwa mereka yang paling benar diantara pemahaman kelompok yang lain.
Perbedaan pemahaman ini sudah terjadi dari sejak masa-masa keemasan Islam, terutama pada tahun 70 Hijriyah dimana pada waktu itu muncul dua golongan besar yang mempertentangkan tentang takdir dan kekuasaan manusia dalam segala tindak tanduknya. Kedua golongan ini dikenal dengan istilah Qadariyah dan Jabariyah, dimana kedua golongan ini sama-sama mempertahankan pendapatnya masing-masing yang jauh bersimpangan diantara keduanya, bahkan kalau bisa dikatakan kedua golongan ini di ibaratkan langit dan bumi
BAB II
PEMBAHASAN ALIRAN QODARIYAH
ASAL-USUL MUNCULNYA ALIRAN QODARIYAH
Qodariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang mempunyai arti kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminology, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segalatindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bawahtiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qodariyah dipakaiuntuk nama suatu aliran yang memberikan penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini,Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qodariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melakukan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa qodariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan GhailanAd-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’I yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan. Ibnu Nabatah dalam kitabnya syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin, memberikan informasi lain bahwa yang pertama sekali memunculkan faham qodariyah adalah orang Irak yang semua beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi keagama Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang Irak yang dimaksud sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dair Al-Auzai adalah Susan.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya qodariyah muncul, ada baiknya bila meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qodariyah ketika itu banyak sekali.Sebagian terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajaran Hasan Al-Basri. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Nabatah bahwayang mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang Kristen dari Irak yang telah masuk Islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghailan. Sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul diDamaskus. Diduga disebabkan oleh pengaruh orang-orang Kristen yang banyak dipekerjakan di istana-istana khalifah.
Faham qodariyah mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu.Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini, diantaranya adalah:
- Seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat Arab sebelumIslam kelahirannya dipengaruhi oleh paham fatalis. Kehidupan bangsaArab ketika itu seerba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah kepada keganasan alam, panas yang menyengat, serta tanah dan gunungnya yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya.
- Tantangan dari pemerintah ketika itu, tantangan ini sangat mungkinterjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah.Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan faham Qodariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.
DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN QODARIYAH
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qodariyah disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah ,sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qodariyah lebih luas dikupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah.Akibatnya, seringkali orang menamakan Qodariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qodariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melaksanakan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka qadariyah yang lain,An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya. Ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat dipahami bahwa doktrin qodariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Faham takdir dalam pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatanya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telahditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dalam faham qadariyah, takdir ituhanya ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta besertaseluruh isinya, sejak azali yaitu hukum yang dalam istilah Al-Qur’an Adalah sunatullah
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain,kecuali mengikuti hokum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhantidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang dilautan lepas.Demikian juga, manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yangmampu membawa barang berates kilogram, dan lain-lain sebagainya.
Akan tetapi, manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif.Demikian juga anggota tubuh lainnya dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu. Dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yangdapat dilatih trampil, manusia dapat meniru apa yagn dimiliki ikan sehingga dia dapat juga berenang di laut lepas.
Dengan pemahaman seperti inilah kaum Qodariyah berpendapat bahwatidak ada alas an yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakandalam doktrin s Islam sendiri. Banyak surat Al-Qur’an yang dapat mendukung pendapat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Artinya: Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.” Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Al-Kahfi: 29)
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali Imran: 165).
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Ar-Ra’d:11).
وَمَنْ يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُ عَلَى نَفْسِهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nisa: 111).
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa Pada tahun 70 hijriyah muncul golongan yang banyak menentang kebijakan-kebijakan pemerintah dan doktrin yang berlaku pada waktu itu, kelompok ini menentang pendapat yang menyatakan bahwa segala pekerjaan dan tindak tanduk manusia semuanya bergantung pada takdir, mereka berpendapat bahwa tuhan tidak tahu menahu tentang apa yang dikerjakan oleh makhluknya, semuanya tergantung pada manusia sendiri.
Faham ini pertama kali disebar-luaskan oleh Ma’bad al-Juhani dan Ghailanad Dimasyqi, keduanya diyakini mendapatkan faham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam bernama Susan, namun pendapat ini oleh sebagian ulama’ditentang karena dianggap hanya sebuah rekayasa dari orang-orang yangkeberatan dengan faham ini
Faham ini jelas sekali mempunyai pijakan berfikir yang jelas, namun demikian tidak sedikit pijakan-pijakan lain yang menentang faham ini, jadidengan demikian faham ini tidak bisa disalahkan pun tidak bisa dibenarkan, akantetapi sebenarnya faham ini bisa kolaborasikan dengan pemahaman yangmenentang faham ini (Jabariyah) yaitu semuanya memang Tuhan yang menetukan akan tetapi manusia juga memilki andil dalam perbuatannya yaitu usaha
0 komentar:
Post a Comment