Sunday, June 09, 2013

Aliran Khawarij

Posted by Jhon Frie. Category:

Definisi
Secata etimologis kata khawarij berasal dari bahasa arab kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Ataupun khawarij juga berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Dalam terminologi Ilmu Kalam, yang dimaksud dengan Khawarij adalah suatu sekte atau kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang siffin pada tahun 37 H/ 648 M dengan kelompok bughat (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.
Menurut sejarah, kaum ini keluar dari Ali karena golongan kaum Khawarij berkeyakinan bahwa semua masalah antara Ali dan Mu’awiyah harus diselesaikan dengan merujuk kepada hukum-hukum Allah yang tertuang dalam surah al-Maidah ayat: 44
“Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang kafir.”
Berdasarkan ayat ini menurut mereka Ali, Mu’awiyah dan orang-orang yang menyetujui tahkim telah menjadi kafir karena mereka dalam memutuskan perkara tidak merujuk al-Qur’an. Dan mereka mempunyai semboyan (لا حكم الا الله) tidak ada hukum kecuali dari Allah.
Setelah itu orang-orang Khawarij menyatakan keluar dari golongan Ali, kemudian dengan jumlah pengikut sekitar 12.000 orang mereka pergi menuju Harura dekat Kufah. Oleh sebab itu mereka disebut juga dengan nama Haruriah. Dalam perjalanan ke Harura mereka dipandu oleh Abdullah Al-Kiwa. Dan di Harura inilah mereka melanjutkan perlawanan mereka terhadap Ali dan Mu’awiyah dengan mengangkat seorang pemimpin yang bernama Abdullah bin Wahab Ar-Rasidi.
Sejarah
Kelompok Khawarij merupakan aliran teologi pertama yang muncul dalam dunia Islam, yakni abad I H/8 M pada masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib. Kemunculannya dilatabelakangi oleh pertikaian politik antara Ali dengan Muawiyah ibn Abi Sufyan, yang pada waktu itu maenjabat sebagai gubernur Syam (sekarang : Suriah). Muawiyah menolak memberikan baiat kepada Ali yang terpilih sebagai khalifah sehingga Ali mengerahkan bala tentara untuk menggempur Muawiyah. Muawiyah juga mengumpulkan pasukan untuk menghadapi Ali. Kedua pasukan itu lalu bertemu di suatu tempat bernama Siffin. Pertempuran yang dinilai dahsyat dan tergolong besar terjadi antara kedua belah pihak, buktinya dengan banyak korban. Di pihak Ali, 25.000 orang gugur, sementara di pihak Muawiyah 45.000 personel tewas.

Dalam pertarungan ini ini pihak Ali memperlihatkan akan memperoleh kemenangan dan berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Amr ibn As yang ikut berperang di pihak Muawiyah mengusulkan kepada Muawiyah agar memerintahkan pasukannya mengangkat mushaf (kumpulan lembaran) al-Quran dengan ujung tombak sebagai isyarat minta damai. Pada mulanya, Ali tidak mau menerima tawaran damai Muawiyah tersebut. Tetapi, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama para qurra’ (pembaca) dan huffadz (penghafal), diputuskan untuk mengadakan arbitrasi (tahkim). Sebagai hakam atau penengah, diangkat dua orang, yaitu Abu Musa al-Asy’ari yang dikenal lurus mewakili kelompok Ali dan Amr ibn As yang licik menjadi delegasi golongan Muawiyah. Keputusan Ali menerima arbitrasi sebagai jalan penyelesaian sengketa tentang khilafah dengan Muawiyah ternyata tidak didukung oleh semua pengikutnya. Mereka yang tidak setuju dengan sikap Ali keluar dari barisan, lalu mengangkat Abdullah ibn Wahab al-Rasibi sebagai pemimpin mereka yang baru. Kelompok ini kemudian memisahkan diri ke Harura, suatu desa dekat Kufah. Mereka inilah yang dikenal dengan sebutan golongan Khawarij.

Seiring perjalanan waktu, kaum Khawarij di Harura berhasil menyusun kekuatan dan memperoleh banyak pengikut, sehingga mereka berani menyatakan pembangkangan terhadap Ali. Menurut keyakinan mereka, Ali dan Muawiyah serta semua yang menyetujui arbitrasi dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam. Oleh karenanya, mereka harus ditentang dan dijatuhkan. Untuk menumpas kaum Khawarij tersebut, Ali menyiapkan sepasukan tentara dan kemudian kedua pasukan itu bertempur di sebuah tempat yang bernama Nahrawan. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan tentara Ali dan hampir seluruh kekuatan Khawarij dapat dimusnahkan. Menurut Abdul Karim Syahristani, tidak sampai sepuluh orang kaum Khawarij yang selamat dari peperangan ini. Lainnya tumbang dalam medan perang, termasuk pemimpin mereka Abdullah ibn Wahab al-Rasibi. Akan tetapi, kekalahan total di Nahrawan tidak membuat kaum Khawarij patah semangat, malah justru membangkitkan semangat jihad mereka untuk menjatuhkan Ali. Akhirnya salah seorang di antara mereka yang bernama Abdurrahman ibn Muljam berhasil membunuh Ali saat beliau keluar rumah hendak melaksanakan shalat Subuh pada 17 Ramadlan 40 H/24 Januari 661 M. Sirajuddin Abbas menambahkan bahwa rencana pembunuhan yang dirancang oleh kaum Khawarij tidak saja Ali, tetapi juga terhadap Muawiyah yang akan dilakukan oleh al-Barak dan Amr ibn As yang akan dilaksanakan oleh Umar ibn Bakir. Amr ibn As akan dibunuh karena dinilai sebagai delegasi Muawiyah dalam arbitrasi yang menipu. Tetapi pembunuhan terencana terhadap keduanya tidak berhasil.

Sekte-sekte dalam Khawarij
Mengenai jumlah sekte Khawarij, para ulama berbeda pendapat. Yakni :
1.       Abu Musa al-Asy’ari menyebutkan lebih dari dua puluh sekte.
2.      al-Baghdadi (ahli ushul fiqh) berpendapat ada dua puluh sekte.
3.      Syahristani mengatakan delapan belas sekte.
4.     Ada ulama yang hanya menghitung sekte-sekte yang utama, seperti Mustafa al-Syak’ah (seorang ahli ilmu kalam) menyebut delapan sekte, yaitu :
      Al-Muhakkimah
      Al-Azariqah
      Al-Najdat
      Al-Baihasiyah
      Al-Ajaridah
      Al-Sa’alibah
      Al-Ibadiyah
     Al-Sufriyah
 1.       Abu Zahrah (ahli fiqh, ushul fiqh dan kalam) menerangkan empat sekte saja, yaitu :
1.       Al-Najdat
2.       Al-Sufriyah
3.     Al-Ajaridah
4.      Al-Ibadiyah
2.      Harun Nasution (ahli filsafat Islam dan mantan rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) dalam bukunya Filsafat Islam mengatakan ada enam sekte penting, yaitu :
1.      Al-Muhakkimah
2.      Al-Azariqah
3.      Al-Najdat
4.     Al-Ajaridah
5.    Al-Ibadiyah
6.     Al-Sufriyah

Pokok Ajaran Khawarij
Paham dan ajaran pokok dari setiap sekte Khawarij yang penting adalah sebagai berikut :
1.       al-Muhakkimah di pandang sebagai golongan Khawarij asli karena terdiri dari  pengikut-pengikut yang kemudian membangkang. Nama tersebut berasal dari semboyan mereka yang terkenal “la hukma illa li Allah” (tiada hukum kecuali hukum Allah) yang merujuk kepada al-Quran, al-Quran, 6:57 :
Mereka menolak arbitrasi karena dianggap bertentangan dengan perintah Allah swt. dalam al-Quran, 49:9 :
yang menyuruh memerangi kelompok pembangkang sampai mereka kembali ke jalan Allah swt. Selanjutnya, dalam paham sekte ini Ali, Muawiyah dan semua orang yang menyetujui arbitrasi dituduh telah kafir mereka telah menyimpang dari ajaran Islam, seperti tercantum dalam al-Quran, 5:44
Kemudian mereka juga menganggap kafir orang-orang yang berbuat dosa besar, seperti membunuh tanpa alasan yang sah dan berzina.
1.       al-Azariqah. Sekte ini lahir sekitar tahun 60 H (akhir abad ke 7 M) di daerah perbatasan Irak dan Iran. Nama al-Azariqah dinisbatkan kepada pemimpin sekte ini, Nafi’ ibn Azrak al-Hanafi al-Hanzali. Sebagai khalifah, Nafi’ digelari Amir al-Mukminin. Menurut al-Baghdadi, pendukungnya berjumlah lebih dari 20 ribu orang. Berbeda dengan al-Muhakkimah, al-Azariqah membawa paham yang lebih ekstrim. Paham mereka antara lain ialah bahwa setiap orang Islam yang menolak ajaran al-Azariqah dianggap musyrik. Pengikut al-Azariqah, yang tidak sudi berhijrah ke dalam wilayah mereka, juga dianggap musyrik. Menurut mereka, semua orang yang musyrik boleh ditawan atau dibunuh, termasuk anak dan istri mereka. Berdasarkan prinsip ini, pengikut al-Azariqah banyak melakukan pembunuhan terhadap sesama umat Islam yang berada di luar daerah mereka. Mereka memandang daerah mereka sebagai wilayah Islam (dar al-Islam), di luar daerah itu dinilai sebagai kawasan kafir (dar al-kufr).
2.      al-Najdat. Sekte ini adalah kelompok yang dipimpin oleh Najdah ibn Amir al-Hanafi, penguasa daerah Yamamah dan Bahrein. Lahirnya kelompok ini sebagai reaksi terhadap pendapat Nafi’, pemimpin al-Azariqah, yang mereka pandang terlalu ekstrim. Pendapat itu ialah tentang pemusyrikan terhadap pengikut al-Azariqah yang tidak hijrah ke wilayah kelompok itu dan tentang kewenangan membunuh anak-istri yang musyrik. Pengikut al-Najdat memandang Nafi’ dan pengikutnya telah kafir.

Paham al-Najdat yang terpenting adalah bahwa orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka dianggap kafir, dan kekal dalam neraka. Sementara pengikut al-Najdat tidak akan kekal dalam neraka walaupun melakukan dosa besar. Selanjutnya, menurut mereka, dosa kecil jika dilakukan secara kontinyu akan meningkat menjadi dosa besar. Paham lain yang di bawa adalah menyembunyikan identitas keimanan demi keselamatan (taqiyah); dalam hal ini seseorang diperbolehkan mengucapkan kata-kata atau tindakan yang bertentangan dengan keyakinan. Dalam perkembangannya, sekte ini mengalami perpecahan. Beberapa tokoh penting dari sekte ini, seperti Abu Fudaik dan Rasyid al-Tawil, membentuk kelompok oposisi terhadap al-Najdat yang berakhir dengan terbunuhnya Najdat pada tahun 69 H/688 M.
1.       Al-Ajaridah. Pemimpin sekte ini adalah Abdul Karim ibn Ajarrad. Dibandingkan dengan al-Azariqah, pandangan-pandangan kaum al-Ajaridah jauh lebih moderet. Mereka berpendapat bahwa tidak wajib berhijrah ke wilayah mereka seperti yang diajarkan Nafi’, tidak boleh merampas harta dalam peperangan kecuali harta orang yang mati terbuuh dan tidak dianggap musyrik anak-anak yang masih kecil. Bagi mereka, al-Quran sebagai kitab suci tidak layak memuat cerita-cerita percintaan, seperti yang terkandung dalam surah Yusuf. Oleh karena itu, surah Yusuf dipandang bukan bagian dari al-Quran.
2.      Al-Sufriyah. Sekte ini membawa paham yang mirip dengan paham al-Azariqah,  hanya lebih lunak. Nama al—Sufriyah baerasal dari nama pemimpin mereka, Ziad ibn Asfar. Pendapatnya yang penting adalah istilah kufr atau kafir (mengandung dua arti, yaitu kufr al-ni’mah ‘mengingkari nikmat Tuhan’ dan kufr bi Allah ‘mengingkari Tuhan’). Untuk arti petama, kafir tidak berarti keluar dari Islam. Tentang taqiyah, mereka hanya membolehkan dalam bentuk perkataan, tidak boleh berupa tindakan, kecuali bagi wanita Islam yang diperbolehkan menikah dengan lelaki kafir bila terancam keamanan dirinya.

Al-Ibadiyah. Sekte ini dimunculkan oleh Abdullah ibn Ibad al-Murri al-Tamimi pada tahun 686. Doktrin mereka yang terpenting antara lain bahwa orang Islam yang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin, melainkan muwahid (orang yang dimaksud adalah kafir nikmat, yaitu tidak membuat pelakunya keluar dari agama Islam). Selanjutnya, yang dipandang sebagai daerah dar al-kufr hanyalah markas pemerintahan dan itulah yang harus diperangi. Selain daerah itu, disebut dar al-tauhid (wilayah orang-orang Islam), tidak bolah diperangi. Tentang harta yang boleh dirampas dalam perang, mereka hanya menetapkan kuda dan alat perang. Kelompok ini dianggap sebagai golongan yang paling moderat dalam Khawarij.


0 komentar:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►